nih bgi tman-tman yang pingin tahu sinopsis
dari Mimpi Bungsu ,,, silahkan dibaca ya .....
Gadis kecil itu mengikuti
langkah kaki ibunya yang tengah
membawanya ke sebuah tempat asing yang tak pernah dilihat sebelumnya. Awalnya
mereka tinggal di Kota Jakarta, tidur di emperan pinggir Stasiun Gambir.
Berbekal tas berisi pakaian dan makanan ringan juga sebotok air mineral kecil,
wanita itu membawa anak gadisnya yang berusia 7 tahun pindah ke kota lain.
“Sudah saatnya kita pergi dari kota yang ruwet ini,
Bungsu, “ tuturnya seraya menggendong gadis kecil bernama Bungsu itu di
punggungnya.
“Kenapa harus pindah, Bu ? Kan enak di Jakarta ?
Rame.”
Langkahnya semakin cepat dan berebut kursi di
dalam kereta. Tidak ada yang ingin
berdekatan dengan ibu si Bungsu, karena
bau badannya yang menyebar ke segala
penjuru. Namun, ibu si Bungsu merasa senang karena ia akhirnya mendapatkan
kursi untu dirinya dan anaknya pula.
Wanita itu membawa sebuah kartu nama yang baru ia
saja ia keluarkan saat bungsu tertidur di pangkuannya. Ia mengeja nama yang
tertera di atas kartu nama berwarna putih polos dengan suara pelan, “Sofie,
Gang Jarak,Surabaya.” Kaca jendela yang
menyiratkan waktu malam telah datang bercamour dengan rasa panas di kereta. AC
hanya diberikan pada orang-orang ekslusif saja,bukan pada rakyat jelata.
Seperti dirinya, Hanny namanya.
Gadis kecil itu mengikuti langkah kaki ibunya yang
tengah membawanya ke sebuah tempat yang ia belum pernah liat sebelumnya. Sebuah tempat yang terkesan
sangat padat oleh penduduk, gang kecil yang rapat dan banyak sekali perempuan
di luar yang tengah melakukan aktivitasnya. Bungsu tinggal di sebuah rumah
kecil bertipe dua puluh satu yang hanya memiliki satu kamar, kamar mandi,
dapur, dan ruang tamu. Selama setengah harian mereka terlihat sibuk
membersihkan rumah, dan Bungsu pun senang-senang saja akhirnya ibunya mendapatkan
tempat tinggal.
Ibu si pemilik rumah yang dipanggil orang-orang
dengan sebutan “Djeng Sofie” itu tiap minggunya membawakan sekardus susu sapi
untuk Bungsu dan ibunya. Wanita itu, Hanny beranjak dari tempat ia duduk dan
melongok keluar jendela. Ia melihat beberapa perempuan-perempuan genit yang
sedang menggoda lelaki. Jika Bungsu tahu pekerjaan mereka adalah
pelacur,,mungkin ia akan secara terang-terangan berteriak dan menegur mereka.
Itulah yang ditakutkan Hanny, andai saja ada kesempatan waktu untuk berlari.Jika
saja, tapi kemana? Jika saat itu ia tidak bertemu dengan Djeng Sofie di Jakarta
dan jika saja suaminya tidak pergi meninggalkannya, tentu ia dan Bungsu tak
akan pernah menjadi gelandangan.
Gadis kecil itu menari kegirangan lantaran akhirnya
ia didaftarkan ibunya untuk bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah. Namun, di tengah
perjalanan tiba-tiba terjadi sesuatu yang sempat menghentikan langkah si Ibu
Bungsu untuk meneruskan proses pendaftaran ketika ia hendak menuliskan alamat
rumah tinggalnya. Wanita itu tiba-tiba menarik lengan Bungsu dan membawanya
keluar ruang pendaftaran. Hanny membawa Bungsu pulang ke
rumah dan sesampainya di rumah Bungsu tetap menangis dan akhirnya ia tertidur.
Gadis kecil itu tertidur di atas sofa yang usang
tanpa selimut. Suara jam kuno telah berdentang 8 kali, kerasnya suara jam itu
membangunkan Bungsu dari tidurnya. Ia bermimpi berada di dalam sebuah taman
yang indah.Di taman tersebut ia melihat seekor kucing hitam yang misterius dan
matanya berwarna kuning menyala, ekornya panjang melingkar di sisi kiri kaki
kiriny. Kemudian ia menceritakan semua mimpinya kepada ibunya. Namun, ibunya
hanya bilang mimpi adalah bunga tidur.
Bungsu terkejut siang hari itu ketika ia baru saja
bangun dari dari tidur siangnya. Tepat di bawah tempat tidurnya, ia menemukan
sesuatu yang dulu tak dapat pernah didapatnya selain hanya impian saja, yaitu
sepasang sepatu baru berwarna di atasnya ada pita. Lagi-lagi ibunya tidak ada
di rumah dan Bungsu pun menangis dan kesal lantaran ibunya mengunci pintu dari
luar. Dilemparnya sepasang sepatu baru
itu di kaki Hanny, sesaat ia baru saja membuka pintu rumah kontrakannya. Gadis
kecil itu keluar tanpa pamit dan berlari kencang menyusuri gang kecil.
Gadis itu berhenti di sebuah tempat yang jauh dari
rumahnya. Ia melirik ke sebelah kiri, dimana rupanya ia tengah dilihat oleh
seorang lelaki tua yang memandanginya. Lelaki itu menghampiri Bungsu dan
memberikan sebuah mainan baling-baling. Langit semakin gelap, Bungsu tetap
terlihat ceria dan melupakan ibunya juga hal yang membuatnya sedih juga kecewa.
Pada saat ia menoleh, terlihat ibu Bungsu yang menuju ke arah Bungsu. Hanny pun
membawa paksa Bungsu pulang ke rumah padahal sebetulnya Bungsu tidak ingin
pulang ke rumah.
Suara ribut dari luar rumah membuat Bungsu terbangun
dan penasaran untuk mengintip keluar rumah. Bungsu melihat punggung seorang
wanita yang amat dikenalnya yaitu ibunya. Malal itulah yang tak bisa dilupakan
oleh Bungsu. Ibunya tengah menjadi sosok jejadian di malam hari, dan menjadi
baik di pagi hari. Ibu si Bungsu adalah
wanita murahan!
Bungsu adalah anak dari Raman seorang penjudi di
kampung tempat tinggal Hanny. Ia disuruh menikah dengan Raman lantaran ayahnya
tidak sanggup membayar semua hutang ayahnya kepada Raman. Ia pun terpaksa
menikahi Raman demi ibu dan ayahnya. Namun Raman bunuh diri ketika Hanny telah
menganudung anak mereka. Hanny tak tahu mengapa ini semua terjadi. Mungkin ini
adalah takdir untuknya. Hanny mengurus Bungsu sendiri tak ada yang menemaninya.
Ketika berumur 1 tahun, ia sudah bisa berjalan dan berlari kecil. Ketika
berumur 2 tahun, ia bisa berkata-kata dengan lucu. Ketika berumur 4 tahun, ia
bisa mengikuti irama lagu yang tengah dinyanyikan itu dengan iringan tari.
Di pagi hari buta, Bungsu yang bangun terlebih dahulu
ketimbang ibunya memutuskan keluar dari rumah tanpa izin setelah ia berhasil
mengambil kunci dari kantong ibunya sebelumnya. Ia membawa sebungkus plastik
makanan dan berlari menuju ke tempat dimana lelaki tua itu tidur. Ia sangat
terkejut dan sedih melihat lelaki itu terbujur kaku. Ia mengambil beberapa
mainan yang ada di karung goni milik lelaki itu di antaranya sebuah mainan
kucing berwarna hitam.
Semenjak paman mainan itu meninggal Bungsu berubah
menjadi pendiam dan selalu memandangi baling-baling kerta yang diberikan oleh
paman mainan itu. Tak terasa air mata menitik pelan sampai ia tertidur sambil
duduk di kursi teras. Gadis kecil itu menjerit lepas, tubuhnya gemetar karena
ia baru saja melihat sesuatu yang mengejutkannya. Bungsu melihat ada 6 peri
yang imut. Ada yang memakai gaun merah, kuning, putih, hijau, biru, dan ungu. Tiba-tiba,
Bungsu dikejutkan lagi dengan kedatangan seekor kucing hitam berekor panjang
yang di dahi kucing tersebut ada sebuah tanda bintang emas yang berkelip.
Wanita itu menepuk-nepuk pipi Bungsu beberapa kali. Namun rupanya gadis itu
belum juga bangun dari tidurnya. Digendongnya tubuh Bungsu yang kecil dan
dibawa masuk ke dalam kamar.
Gadis itu menceritakan semua hal tentang mimpinya
pada sang ibu, yang saat itu tengah menyiapkan sarapan pagi untuknya, ia
terlihat sangat antusias. Niat Gito untuk membeli Hanny dan Bungsu sudah bulat.
Ia membeli mereka melalui Djeng Sofie. Wanita itu langsung menarik beberapa
gepok uang yang diberikan kepadanya. Ia segera memberitahu Hanny agar lekas
membawa pakainnya kemudian mengosongkan rumah itu. “ Kau harus bersiap Hanny,
masukkan semua pakaianmu ke dalam tas. Dan malam ini juga kau harus pergi.”
Bisik Djeng Sofie saat memberitahukan kedatangan Gito membawa Hanny pergi dari
sini. “ Tapi, Bungsu. Dia sudah bangun.” “ Sudah, berikan dia padaku. Aku akan
mengurusnya, kau pergi saja.”
Gadis kecil itu menyeret sandalnya saat ia tiba-tiba
dibawa keluar oleh Djeng Sofie. Dengan sedikit kikuk, wanita itu bingung
menjelaskan pada gadis kecil yang ketakutan. Bungsu semakin memberontak, ia
berusaha mengambil tongkat ajaib miliknya. Tongkat itu yang akan digunakan
untuk merubah wanita itu menjadi patung.. Tiba-tiba, angin berhembus kencang
seakan-akan terjadi badai. Gadis kecil itu menggunakan kesempatannya untuk lari
menjauh dari Djeng Sofie.
“ Aku harus berlari, harus, mereka ... hosh ... hosh...hosh ...tidak boleh
menangkapku aku tidak mau dijadikan pelacur kecil, tidak! Aku ingin bertemu
dengan Tuhan, aku ingin meminjam tongkat Kuasa-Nya untuk mengubah dunia.”
Gadis kecil itu
melihat dua orang bertubuh kekar membawa seorang wanita dan seorang lelaki yang
baru saja dipukul kepalanya. Ibu .. Ibu .. Ibu! . Tiba-tiba sesuatu
yang aneh terjadi, tongkat ajaib yang ia pegang menghilang dan berbentuk
serpihan yang jatuh ke tanah. Dua orang bertubuh kekar itu menghentikan mobil
di pinggiran persawahan yang gelap dan sangat sepi dari keramaian dan menyekap Hanny dan lelaki itu di rumah kosong.
Sayup-sayup
terdengar suara orang-oran yang mengitari gadis kecil itu di sekitarnya. Suara
laki-laki yang tengah berbicara dengan orang lain.
“ Aku dimana?”
Seorang lelaki
berjubah putih memperhatikan gadis kecil yang baru angun dari tidur panjangnya.
Ia menepuk-nepuk pipi sekali.
“ Aku dimana?”
“ Di rumah sakit.”
Bungsu mencoba untuk
turun dari ranjangnya, karena ia merasa ada yang aneh dengan dirinya. Ia merasa
telah menjalani hal-hal yang panjang dan ternyata ia ditemukan tengah pingsan
dan ada di rumah sakit. Padahal yang terjadi, seolah-olah adalah suatu
ceritayang nyata.
“ Bungsu! Bungsu!
Bungsu! Kau sudah sadar, Nak!” dikecupnya kening dan pipi Bungsu berkali-kali.
Setelah ia mendengar berita dari suster yang memberikan kabar baik
untuknya. Bungsu beralih keluar jendela dan menatap ibunya
sedang berbicara dengan dokter. Anehnya, disamping ibunya ada seorang laki-laki
tengah menepuk pundak ibunya?
“ Siapa dia?”
Bungsu memperhatikan dengan saksama. “ Itu pacar ibu.”
Bagaikan disambar
petir ketika ucapan itu yang baru saja keluar dari mulut ibunya. Walaupun ada
setitik rasa bahagia ketika ia melihat senyuman ibunya terpancar bahagia
berdampingan dengan lelaki itu. Dalam perjalanan pulang, gadis kecil itu diam
saja sambil merenungkan sesuatu.
“ Bungsu, kita
sudah sampai. Malam ini kita akan pindah dari termpat ini menuju rumah kita
yang baru. Mereka pun bersiap-siap keluar dari rumah, kali ini Djeng Sofie
mengantarkan keduanya naik ke atas mobil sedan hitam.
Gadis kecil itu
berjalan di sebuah taman yang sebelumnya pernah ia pijak pertama kalinya.
Semuanya terlihat sama. Dan tak berbeda. Ia pun berkata,
“ Ya Tuhan, apakah
ini termasuk dari suatu keajaibanMu? Beritahu aku siapakah paman mainan itu
sebenarnya?” Gadis kecil itu memejamkan matanya.
Satu ...
Dua ...
Tiga ...
Dibukanya
perlahan-lahan matanya, benar. Ia melihat secercah cahaya yang menyilaukan
matanya. Tampak sesosok wanita cantik berjubah putih. Ia tahu benar bahwa itu
adalah ibunya.
“ Sebenarnya, kita
ada dimana, Bu?”
“ Di atas bulan,
Sayang.”